Berawal dari tausyiah pagi ini tentang hakikat kehidupan. Kehidupan ini hanyalah waktu yang dipinjamkan, ketika waktu sudah digunakan, maka akan kembali pada pemilik masa itu sendiri. Pemiliknya bukan kita. Makanya waktu tak bisa diputar kembali, ketika sudah melakukan hal buruk dan sia-sia, ya nggak bisa dibeli lagi, karena memang pada dasarnya Allah hanya meminjamkan waktu, bukan memberi.
Waktu adalah harta awal kita di dunia. Sering kita mendengar katanya "Waktu adalah uang". Bener juga, kita menukar harta kita yang berupa waktu, menjadi bentuk harta yang lain, uang. Uang mungkin merupakan alat tukar multi payment. Bisa ditukar dengan tenaga, bisa ditukar dengan barang, dengan wanita, jabatan, kendaraan, tanah dan perhiasan.
Yang punya tanah ingin menukarnya dengan uang, uang ditukar lagi dengan makanan dan penghidupan. Lahan pertanian dijual menjadi gedung bertingkat, ditutupi beton yang air saja tak mampu menembusnya.
Yang punya makanan juga ingin ditukar dengan uang. Para koki itu berlomba memodifikasi makanan dari hanya kentang goreng menjadi french fries, dari kue berlapis cokelat, kini dimodif bertahtakan emas.
Yang punya banyak keturunan dijadikan uang. Dibentuk molek untuk hiasan mata manusia lainnya. Bangga deh anak jadi artis.
Rasanya hampir semua yang kita miliki ingin dikonversi menjadi uang. Yes, money can buy everything. Lupa, kalau yang bisa dibeli cuma yang ada di dunia.
Di akhirat nanti, kita nggak akan bawa apa-apa. Baju dari desainer hebat itu ternyata bisa hancur juga. Tas yang harganya sama kayak harga rumah itu bisa lapuk juga. Uang yang ada di brankas itu tak akan dinikmati juga. Pas di akhirat ya cuma amal yang dibawa. Nah ngerinya, itulah yang menjadi alat tukar nantinya. Waktu yang telah diamanahkan di dunia harusnya ditukar menjadi amal. Ya, sebagian tetap harus kita konversi jadi uang juga, tapi uangnya dikonversi lagi jadi amal.
Uang itu ditukar dengan makanan agar bisa bekerja menafkahi keluarga. Ditukar dengan kendaraan agar bisa silaturrahmi sama kerabat di kampung halaman. Ditukar dengan rumah megah pun tak masalah, diniatkan untuk menaungi anak istri dan para anak yang mau ngaji. Mau ditukar dengan apartemen silakan, yang labanya digunakan membangun mesjid.
Kalau kita hanya sibuk menukar harta kita menjadi harta lain tanpa amal. Kebayang bagaimana miskinnya nanti di hari pembalasan. Hari ini, saat kita menabrak motor orang lain, dengan mudah kita menggantinya dengan lembaran uang. Tapi, saat aib itu terungkap di akhirat nanti, amal-lah yang akan dibayarkan untuk menutupi dosa-dosa pada orang sekitar.
Hmm, rasanya aku pernah ngomongin si mbak A. Mendingan minta maaf sekarang, daripada nanti amalnya diambil si mbak A. Pura-pura lupa bayar utang? Bayar segera, daripada ditagih amal pas hari pembalasan. Aduuuh, udah mah amalnya sedikit, nanti di akhirat dibagi-bagi pula. Duuuh...
Perbaiki diri, gunakan waktu yang telah diamanahkan untuk dikonversi menjadi amal. Gunakan uang, perhiasan, tanah, perkebunan, jabatan dan harta lainnya untuk jadi amal. Karena ya emang cuma itu yang bakal digondol setelah pulang pada Sang Pemilik.
Hidup dihadiahi waktu, mati menghadapkan amal.
Yuk, kita niatkan pekerjaan kita untuk beribadah. Kita tukar harta kita menjadi amal terbaik.
Saya juga nulis gini pengen mengkonversi kata dan teknologi jadi amal. Hehehe..
Yaah, da hidup kita mah atuh hanya tukar menukar. Tapi rugi donk kalau hanya ditukar dengan uang, kan uang nggak akan kepake di akhirat nanti. Mending ditukar jadi alat tukar yang hakiki. Jadi amal yang bakal menyelamatkan diri.
Wallahu 'Alam Bisshawwab.
Semoga bermanfaat. ☺☺
Bagus nisa
BalasHapusreminder bgt