Wow, entah kapan terakhir saya update blog ini. Udah buluk banget rasanya. Let's try to back to blog!
Saya bukan penggemar beratnya Darwis Tere Liye, tapi saya salah satu followers-nya di Facebook yang selalu mengangguk setuju saat membaca postingannya. Call me baperan lah. Kalimat beliau yang saya baca kemarin benar-benar benar, yaitu tentang pemahaman orang menonton film 3 Idiots.
Saya bukan penggemar beratnya Darwis Tere Liye, tapi saya salah satu followers-nya di Facebook yang selalu mengangguk setuju saat membaca postingannya. Call me baperan lah. Kalimat beliau yang saya baca kemarin benar-benar benar, yaitu tentang pemahaman orang menonton film 3 Idiots.
"Ada ibu-ibu dengan anak gadis yang siap menikah. Menonton 3 idiots, ibu-ibu ini sampai menangis. Tapi saat anaknya bilang mau menikah, dan hanya akan jadi ibu rumah tangga saja, ibu-ibu langsung bergegas bilang, "nggak boleh. enak saja sy sekolahkan tinggi2, hanya untuk jadi ibu rumah tangga!" Lihatlah, jawaban itu menunjukkan sama sekali tidak berbekas pemahaman yang datang dari film barusan ditontonnya."
Saya menyetujui kalimat Tere-Liye dan apa yang disampaikan film 3 Idiots. Tentang memilih apa yang kita suka, tanpa peduli apa yang dikatakan orang.
Berkenaan dengan hidup saya sendiri, saya jadi mikir kalimat saya pada seorang sahabat saya "Nit, kayaknya aku jadi males deh kuliah lagi". Dan kalimat yang saya ungkapkan pada suami "Yank, kalau aku nggak kuliah lagi gimana?" Ini kalimat jujur, saya malas kuliah lagi, mengerjakan berpuluh-puluh lembar paper lagi. Kalaupun saya pengen, ini hanya karena janji yang saya tulis di diary SMA saya untuk ambil S1 sebelum usia 27 tahun. Tapi sekarang? Saya nggak mau kuliah lagi.
Judge me lah, saya sombong nggak mau menuntut ilmu. Hey, menuntut ilmu nggak harus di universitas. Ilmu masak di YouTube, ilmu coding di blog orang, ilmu desain bertebaran, asal mau belajar -bukan share doank- dan praktek, ilmu itu bisa menunjang kehidupan koq. Saya nggak bilang universitas itu nggak bermanfaat ya. Tentunya mental lulusan perguruan tinggi lebih teruji dari yang tidak, harusnya lho ya.
Saya mikir, kalau saya setuju dengan 3 Idiots, apa saya siap dengan omongan orang-orang sekitar?
Kalau saya nggak mau samapta lagi, apa siap dengan ocehan "Karirmu cuma stuck jadi pelaksana administrasi biasa donk?!"
Kalau saya bersikuku nggak mau beli mobil, apa siap mendengar orang bilang "Hih, ngirit banget cuma beli sepeda buat ke kantor!"
Kalau saya ingin punya 4 anak, bukan 2 seperti yang disarankan BKKBN? Apa siap disuruh berhenti bikin anak oleh orang-orang sekitar?
Kalau saya suka dan ingin setiap hari ketemu Eiffel dan nggak mau ikut diklat apapun yang diharuskan menginap?
Kalau saya nggak mau kuliah lagi?
Kalau saya keukeuh nggak mau ambil KPR?
Sama seperti pernyataan Bruce Willis di film Death Becomes Her saat ditawari hidup muda selamanya
Lisle Von Rhuman: Go on... Drink it... It is the completion of your life's work. You gave other people youth and wasted your own! Drink. And you will be able to work again forever! Drink... drink, Dr. Menville. You owe yourself another chance! Drink! It's the right choice! The only choice! Drink! SEMPRE VIVE! LIVE FOREVER!
Ernest Menville: I don't want to live forever. I mean, it sounds good, but what am I gonna do? What if I get bored?
Lisle Von Rhuman: What?
Ernest Menville: And what if I get lonely? Who am I gonna hang around with, Madeleine and Helen?
Sebenarnya saya sedang mengejar apa dalam hidup ini? Kuliah malas, diklat juga nggak mau, tapi banyak maunya. Mau duit, mau rumah, mau dekat terus sama anak, mau sehat terus, mau bisnis properti, guayaneeee. Semua kekurangan Sanguinis ada pada saya, nggak punya rencana apa-apa tapi ingin semua tujuannya terlaksana, berakhir bahagia. Tapi setelah baper dengan quote dari Tere-Liye dan kalimat Bruce Willis di atas, kesimpulan di akhir cuma "Emang mau mengejar apa sih dalam hidup ini?"
Sampai pada suatu hari ada teman seangkatan saya yang bertanya "Nis, cuma kita doank lho yang belum jelas kuliah di mana?". Tunggu, mungkin hanya dia aja yang merasa belum jelas, karena memang target dia ingin kuliah lagi, tapi belum. Sedangkan saya? Saya sudah jelas koq kalau memang tak ingin lanjut kuliah, karena kuliah bukanlah target prioritas saya. Hanya saja, karir, teman-teman, orangtua, yang selalu menuntut saya untuk kuliah lagi.
So, kalian sedang mengejar apa dalam hidup ini? Saya ada banyak sih, tapi tidak ada kembali ke perguruan tinggi dalam daftar yang saya punya.
Sampai pada suatu hari ada teman seangkatan saya yang bertanya "Nis, cuma kita doank lho yang belum jelas kuliah di mana?". Tunggu, mungkin hanya dia aja yang merasa belum jelas, karena memang target dia ingin kuliah lagi, tapi belum. Sedangkan saya? Saya sudah jelas koq kalau memang tak ingin lanjut kuliah, karena kuliah bukanlah target prioritas saya. Hanya saja, karir, teman-teman, orangtua, yang selalu menuntut saya untuk kuliah lagi.
So, kalian sedang mengejar apa dalam hidup ini? Saya ada banyak sih, tapi tidak ada kembali ke perguruan tinggi dalam daftar yang saya punya.
kirain cm aku lulusan st** yg gak mau kuliah lagi, yg gak mau disuruh diklat, gak mau disuruh DL jauh2, dan brasa diriku lulusan st** gadungan, ya krn itu td dianggap gak spt lulusan st** lain, aku spt gak punya motivasi mengembangkan karir :D
BalasHapus#malahcurhat
Tos dulu kak, kirain cuma aku juga. Apalagi di kantor dibahas terus soal diklat dan kompetensi yang gitu gitu aja.
HapusSetelah menikah rasanya mimpi kita berbalik arah. Masih tinggi sih targetnya, tapi beda jurusan aja dengan orang lain.. Walaupun males diklat males kuliah lagi, yang penting kita bangga sama pencapaian target sendiri..
Saya tonton juga cerita 3 Idiots tu! Sangat best dan inspiring :) Harapnya kita semua dapat buat apa yang kita impikan.. jangan berhenti melakar impian ya.
BalasHapus