Ternyata suamiku benar, bahwa aku tak harus pakai makeup saat berangkat ke kantor. Aku sambil manyun menuruti kata-katanya.
Ternyata suamiku benar saat ia protes aku memakai jilbab dililit-lilit. Hilang seketika esensi berhijabnya.
Ternyata suamiku benar saat ia protes aku memakai jilbab dililit-lilit. Hilang seketika esensi berhijabnya.
Ternyata suamiku benar waktu ia memarahiku saat ada teman cowokku yang menepuk punggungku lantas aku diam aja. Aku hanya bilang "Tapi kan bukan salah aku, dia aja yang ujug2 nepuk punggung aku". Ia benar, aku harus menarik diri dari pergaulan dengan lawan jenis. Setelah sadar bahwa banyak perceraian bermula dari ini.
Ternyata suamiku benar, bahwa aku harus selalu ijin pergi kemana selain pergi ke kantor. Dan hal buruk menimpa saat aku pulang ke kosan, padahal aku mau menyiapkan surprise ulang tahunnya. Eh, tapi di jalan tiba-tiba susah sekali mendapatkan taksi, akirnya jalan sampai ke ujung jalan, rencananya mau langsung pulang, eh malah hujan. Emang bener deh, hati nggak tenang kalau nggak bilang dulu mau kemana sama suami.
Ternyata suamiku benar, bahwa aku tidak harus banyak cerita pada orang-orang soal masalah kami, karena mereka sebenarnya tidak benar-benar dapat membantu. Justru hanya ada 3 kemungkinan:
- Mereka menyalahkan kami dan mereka-reka penyebabnya seolah mereka tahu semua ilmunya.
- Kami malah panik.
- Kami malah terpancing membuka kekurangan kami.
Ternyata suamiku benar soal ASI, bahwa sebenarnya tak perlu bangga dengan ASI yang begitu melimpah sampai harus menambah kulkas baru, tak perlu posting di media sosial, yang terpenting adalah cukup. Cukup untuk besok, cukup sampai usianya 2 tahun. Intinya adalah rajin memerah, jangan malas!!
Ternyata suamiku, si ayank benar lagi. Saat aku memaksa untuk menghadiri acara di Jl. Gatot Subroto untuk menghadiri pengumuman lomba blog. Tapi memang menyebalkan, suamiku benar lagi, tiba-tiba Jl. Gatot Subroto ditutup karena ada acara Jakarta Marathon. Dan setelahnya aku baru tahu kalau ternyata lomba blog itu adalah lomba blog settingan, yang mana pemenangnya ternyata buzzer-nya. Untung nurut.
Ternyata suamiku benar lagi kesekian kalinya. Kemarin diberitakan ada bom di Sarinah, padahal malam sebelumnya aku bilang kalau weekend ini aku sangat ingin ke Tanah Abang (yang jelas-jelas harus lewat Sarinah).
Dan lagi-lagi suamiku benar. 25 Februari aku dilarangnya pergi ke pasar belanja mingguan malam hari. 15 menit setelah ia bilang nggak boleh, hujan turun deras.
Dan lagi-lagi suamiku benar. 25 Februari aku dilarangnya pergi ke pasar belanja mingguan malam hari. 15 menit setelah ia bilang nggak boleh, hujan turun deras.
OMG! He's right!!
Dulu waktu masih single, aku selalu bilang "Eh, koq papap bisa tau ya?". Misal saja:
Eh, papap koq bisa tahu ya kalau renangnya ternyata di-cancel? Padahal aku udah maksa-maksa sambil nangis untuk tetap berangkat renang.
Ridho Allah ada pada Ridho Orang Tua
Dan ridho Allah ini seketika berpindah pada suamiku. Ketika suamiku tak mengijinkan keinginanku, seolah-olah seisi dunia berkomplot untuk mencegah aku berbuat. Seolah-olah aku diberi tahu setelahnya bahwa hal yang aku inginkan ternyata memang nggak baik buatku. Sepertinya selanjutnya aku memang harus ikhlas hati bilang "Oke, nggak jadi" saat suamiku nggak ngijinin. Tapi, tapi, tapi....
Ah, aku emang kebanyakan TAPI. Harusnya dibanyakin kata WALAUPUN.
Walaupun makeup itu mempercantik wajah, ketika suami melarang ya TETAP nggak pakai.
Walaupun di Tanah Abang ada hal yang sangat menyenangkan, ya TETAP nurut sama suami.
Walaupun banyak orang bilang aku sombong nggak mau salaman sama cowok, biarin aja!
Mungkin suamiku tidak selalu benar, tapi memang ijin suami adalah ridho untuk istri. Jadi, ikutin aja. Tapi, tapi, tapi...
Hehe, maafin aku ya yank, masih kebanyakan TAPI.
Mungkin tidak selalu benar... namun restu kudu ya mbak... minimal bisa didiskusikan ya mbak...
BalasHapusNggak selalu benar juga sih, cuma beberapa hal di atas aja, cuma koq ya pas banget tiap ngeyel gak diijinin pas dia yang bener..hehe.. Masih banyak tapi sayanya
Hapus