Pengalaman Lahiran Normal Anak Pertama dan Usaha di Belakangnya

Pengalaman Lahiran Normal Anak Pertama ini seharusnya aku tulis 15 bulan yang lalu. Tapi, peristiwa besar ini emang benar-benar nggak terlupakan. Karena lagi pengen mengenang masa-masa nyaris mati itu, sengaja aku tuliskan di blog ini.

Berawal dari Rabu pagi, 17 Desember 2014. Seperti biasanya aku jalan kaki pagi sekitar 1 km. Saat pulang dan buang air kecil, ada darah yang keluar. Panik, aku langsung minta papap mengantarku ke Puskesmas dan mengecek keadaan. "Bukaan  2, Bu" kata bidannya. Setelah itu barulah terasa ada kontraksi palsu setiap 2 jam sekali, sakitnya masih biasa aja, kayak mules lagi menstruasi.

Pulang dari Puskesmas, aku minta dijemput mama dan malah ngajakin mama ke Cimahi buat ngambil barang dagangan (Naik Kereta!!). Karena emang selama cuti aku iseng-iseng jualan online.

Di stasiun ketemu sama teman mama: "Ya ampun Bu, nekat banget udah bukaan 2 masih naik kereta, mendingan pulang aja."
Di kereta ada orang yang ngeliatin wajahku yang nahan sakit: "Astagfirullah, awas atuh nanti brojol di jalan."
Tahu kalau bukaannya masih kecil, mama nyuruh aku minum kuning telur ayam kampung+madu, entah apa efeknya tapi minum aja lah buat penambah tenaga. Dari sore sampai malam aku terus-terusan sujud, jalan jalan di rumah, naik turun tangga, tidur menghadap ke kiri dan baca Q.S An-Nahl:78
"Dan Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur."
Malamnya, aku nggak bisa tidur, selain karena sering banget buang air kecil, juga karena rasa mulas dari kontraksi palsu sejam sekali kerasa sakit banget.

Karena aku cemen nggak tahu gimana levelnya orang sakit mau lahiran. Shubuh itu aku bangunin mama pengen ke Puskesmas. Jalanan kosong untungnya. Tapi Kamis Shubuh, 18 Desember itu ternyata, jawabannya masih sama "Masih bukaan 2." Which means, bukaannya nggak nambah. Pulang lagi deh ke rumah.

Seharian itu aku ngantuuuk banget karena semalaman nggak tidur. Ikhtiar dan doa terus bertambah. Aku ajak ngobrol si baby di dalam perut "Nak, mama kangen pengen ketemu, bantu mama ya biar gampang lahirannya.", jalan kaki 4 km ke JNE sambil nganterin pesanan (Masih aja inget bisnisan!), baca Al-Qur'an lagi (target harus khatam sebelum lahiran, tapi masih juz 27).

Selepas Maghrib, kontraksinya makin menjadi-jadi, 30 menit sekali dan lebih sakiiit (Huruf i menyatakan tingkat sakitnya). Aku, mama dan papap melaju ke Puskesmas. Tapi apa yang terjadi di jalan? Badai!! Jalan di turunan tiba-tiba macet total! Papap turun dari mobil sambil hujan-hujanan, aku sibuk menahan mulas sambil sujud di kursi mobil, mama panik karena mobil berhenti tepat di turunan. Ternyata ada truk molen yang menghalangi di jembatan. What? Bisa-bisa brojol di jalan!! Jam 9 akhirnya kami sampai Puskesmas. Dan nyebelin banget saat bidan bilang "Bukaannya masih 2!". What? After all this pain? Masih nggak kebayang gimana tingkat sakitnya dari bukaan 2 ke bukaan 10.

Badan lemas banget karena semalaman kemarinnya nggak tidur, disuruh tidur.
Berusaha tidur? Keganggu sama kontraksi.
Mama ngajak makan? Nggak sanggup!
Diajak ngobrol sama mama, Mama kena marah.
Mama sengaja foto aku yang lagi nahan mulas. <<-- Ih sumpah gokil abis nih emak.
Istighfar. Astaghfirullah..aaww.. Even it's so hard just to breathe His Name.

Aku ingat aku pernah bilang gini:
"Selama aku hamil aku harus khatam Qur'an 2 kali"
dan
"Pokoknya, Yank. Aku nggak mau lahiran kalau nggak ada kamu nemenin aku."
Iya, si ayank baru banget pulang Samapta Pajak dan belum bisa pulang ke Bandung. Jadinya nggak bisa nemenin aku lahiran. Akhirnya, aku memasrahkan diri dan bilang "Aku pasrah kalaupun melahirkan tanpa suami di sampingku, dan aku akan mengkhatamkan Al-Qur'an setelah beres nifas nanti". Ya, pasrah! Ikhtiar sudah, berbagai nasehat orang tua sudah dilakukan, berbagai pesan bu bidan sudah diusahakan, tapi urat-urat tubuh masih aja keukeuh untuk melahirkan di samping suami. Dan setelahnya, Subhanallah, bukaan naik jadi bukaan 5, denyut jantung bayi normal.

Mungkin otot-otot tubuhku nggak lagi bersitegang dengan komitmen-komitmen yang aku buat dan malah menyusahkanku. Tapi, balik lagi ke kontraksi yang ampuuuun! Mama memberiku minum teh manis hangat, tapi pakai gula jawa buat nambah tenaga.

Berbagai teori lahiran dari bu bidan terasa omong kosong.
Badannya relaks, jalan-jalan aja sekeliling Puskesmas. Aku malah push up (Sebenarnya aku bingung kenapa aku melakukannya saat itu, tapi ini bener-bener membantu bernafas)
Tahan kontraksinya! Tapi rasanya pengen banget buang air besar.
Jangan berisik, nanti nggak ada tenaga. Maaaak, nggak kuaaat!!

Mama yang selesai tahajud mengelus-elus punggungku yang terasa panas. Dan aku malah bilang "Ma, Anis capek, pengen tidur, pengen pingsan aja. Caesar aja Ma." <<-- Dan aku baru tahu kalau pengen caesar setelah bukaan 5 adalah kebodohan.

Jumat, 19 Desember 2014 di sepertiga malam terakhir aku dibawa ke ruang bersalin. Aku yang udah menyerah, kirain bakal lama lagi, ternyata udah bukaan 8. Rasanya sakiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit banget!! Ketuban pecah dan bidan udah siap-siap dengan peralatannya. Mama ada di sampingku, An-Nahl:78 juga masih terucap dari bibirku, dan air ketuban nggak tertahankan keluar begitu saja.

"Ya, bukaan 10 Neng. Sok ngeden!" kata bu bidan.
"Ngedennya gimana Bu?" aku nanya.
"Ngeden kayak mau pup pakai tenaga!"

Yang ada di pikiranku saat itu adalah "Wah, bakalan lebih sakit nih!". Mama tiba-tiba keluar ruang bersalin. What? Tapi, aku yang lagi fokus dengan rasa sakitku, serasa bebas dari penjara Monopoli akhirnya dibolehkan mengejan. Saat mengejan pertama bu bidan bilang "Iya terus teru, jagoan! Itu udah ada kepalanya!". Aku istirahat menunggu kontraksi berikutnya. Mengejan kedua sekuat tenagaaaaa.. Dan seketika suara bayi terdengar menangis kencang. Hhhhh.. benar kata orang jika rasa sakit hilang seketika ketika satu nyawa berhasil lahir ke dunia. Aku hanya bisa bernafas kencang seolah habis bungee jumping, melihat bayiku dilap dan dibedong sama asisten bidan. Aku hanya bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari perutku, sepertinya darah dan plasenta.

Aku yang ngantuk tersadarkan bu bidan "Neng, ini lagi dijahit lho..". Sumpah, nggak terasa apapun. Tapi aku sadar kalau ada jarum dan benang yang menembus kulit bagian bawah. Setelah dipindah ke ruang inap, bayiku didekatkan dan menyusu untuk pertama kalinya.

Hhhhh.. Itulah kisahmu lahir ke dunia, Keyzia Adriana Eiffelyn. Keringat, darah dan air mata seketika menyublim jadi rasa haru dan tawa bahagia. Nyaris mati rasanya, tapi hilang begitu saja rasa sakitnya, dan teringat lagi hari ini, saat aku menceritakannya.

1 komentar:

  1. Perjuangan melahirkan seorang ibu tidak tergantikan. Alhamdulillah ibu dan bayi sehat selalu mbak

    BalasHapus

Terima kasih Sudah Berkunjung. Silakan Tinggalkan Jejak, dan Beri Masukan Untuk Kemajuan :)